Laman

Jumat, 14 Desember 2012

Pola Curah Hujan


Pengelompokan Pola Curah Hujan Yang Terjadi Dibeberapa Kawasan Pulau Sumatera Berbasis Hasil Analisa Teknik Spektral

1.      Latar Belakang

Pulau sumatera secara  keseluruhan juga memiliki karakteristik iklim yang khas secara regional maupun lokal. Wilayahnya memiliki barisan pegunungan yang membujur dari utara sampai selatan, dikelilingi oleh lautan yang terdiri dari samudera Hindia, Laut Jawa, Selat Malaka, Selat Karimata, dan dekat dengan laut Cina Selatan. Hal ini meyebabkan proses pembentukan proses pembentukan awan dan hujan di pulau Sumatera mendapat pengaruh dari kondisi alam tersebut selain pengaruh dari perugerakan posisi semu matahari terhadap bumi dan sirkulasi global.
Secara umum curah hujan diwilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem monsun Asia-Autralia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Cirkulation) dan Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh lokal.

2.      Sistem Sirkulasi Umum Atmosfer Dan Monsun Di Indonesia

Wilayah Indonesia melepaskan  banyak panas laten dan sebagai wilayah sumber bagi pembentukan sirkulasi Walker tropis bersama dengan sirkulasi Hadley. Sirkulasi Hadley adalah pertemuan sirkulasi atmosfer zonal. Pada saat kondisi normal sirkulasi ini memusat disekitar wilayah indonesia. Sirkulasi atmosfer meridional terdiri atas dua sel, yaitu sel pada daerah  antara ekuator dan lintang sekitar 30o lintang utara atau lintang selatan disebut sirkulasi Hadley dan satu sel tak langsung (inderect cel) pada lintang tinggi. Konvergensi sirkulasi Hadley yang menjadi monsun dari kedua belahan bumi utara dan selatan menyebabkan hujan lebat di indonesia.
Monsun merupakan angin atau sistem sirkulasi udara yang berbalik arah secara musiman yang disebabkan oleh perbedaaan sifat termal antara benua dan lautan.sirkulasi monsun yang paling luas di dunia adalah terjadi diwilayah tropis Asia.
Wilayah Indonesia sering dikaitakan dengan iklim Monsun karena terletak antara dua benua, Asiadan Australia, dan diantara dua lautan, Pasifik dan India. Oleh karna itu curah hujan diindonesia dipengaruhioleh monsun yang digerakkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah dibenua Asia dan Autralia secara bergantian. Pada bulan-bulan Desember, Januari dan Februari (DJF) pergerakan semu matahari berada  23.5 o di Belahan Bumi Selatan (BBS), sehingga bertiup angin dari utara menuju Selatan yang dikenal dengan Mosun Barat. Enam bulan kemudian, tepatnya pada bulan-bulan Juni, July, dan Agustus (JJA) berlaku sebaliknya, terjadi pergerakan massa udara yang lebih dikenal dengan Monsun Timur.

3.      Curah Hujan Di Dindonesia

Parameter cuaca yang diawali oleh radiasi matahari diteruskan dengan fluktuasi suhu sehingga mengakibatkan perbedaan tekanan diberbagai tempat menjadi pemicu pergerakan massaudara yang mengandung uap air dari siklus hidrologi, untuk kemudian mengalami proses-proses termodinamika sehingga dapat menjadi awan dan seterusnya turun kepermukaan bumi sebagai hujan. Secara statistik curah hujan di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia merupakan salah satu parameter yang dapat menggambarkan kondisi cuaca secara umum baik jangka pendek maupun jangka panjang.

4.      Pola Curah Hujan

Menurut Tjasjono yang di dukung oleh Aldrian dan Susanto, pola iklim utama berdasarkan pola hujan dalam setahun, maka :
a.      Curah Hujan Pola Monsunal
Pola ini monsun dicirikan oleh tipe curah hujan yang bersifat unimodial (Satu puncak musim hujan) dimana pada bulan Juni, Juli dan Agustus terjadi musim kering, sedangkan bulan Desember, Januari, dan februari merupakan bulan basah. Sedangkan enam bulan sisanya merupakan periode peralihan atau pancaroba (tiga bulan peralihan musim kemarau ke musim hujan ke musim kemarau). Daerah yang didominasi oleh pola monsun ini berada didaerah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan Tengah dan Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagian Papua.
b.      Curah Hujan Pola Ekuatorial
Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bimodial (dua puncak hujan) yang bisanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks. Daerahnya meliputi pulau Sumatera bagian tengah dan Utara serta pulau Kalimantan bagian Utara
c.       Curah Hujan Pola Lokal
Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun. Daerahnya hanya meliputi daerah Maluku, Sulawesi dan Sebagian Papua.

5.      Metode Analisa

Adapun metode yang digunakan dalam kajian pengelompokan pola curah hujan yang terjadi dipulau Sumatera merupakan analisa Fast Fourier Transform (FFT). Analisa Spektral merupakan suatu metode untuk melakukan transformasi dari domain frekuensi, sehingga kita dapat melihat pola periodiknya, untuk kemudian dapat ditentukan jenis dari pola cuaca yang terlibat.
Keberadaan pola osilasi pada suatu deret waktu dapat dilihat dari unsur-unsur periodik yang terkandung didalamnya. Analisa spektral adalah suatu cara yang umumnya digunakan untuk melihat adanya suatu periodisitas yang mungkin tersembunyi dalam data deret waktu tersebut. Dalam analisa spektral dilakukan suatu transformasi dari domain waktu ke domain frekuensi dimana pola osilasi akan terlihat sebagai puncak (peak) energi spektral pada frekuensi tertentu.

6.      Hasil dan Pembahasan

Dari hasil analisa spektral terhadap per stasiun yang tersebar diseluruh sumatera (33 Stasiun)  dilakukan pengamatan energi spektral dengan menggunakan semilog, sehingga terlihat puncak energi spektral yang menunjukkan adanya keberadaan dua pola Osilasi Tahunan (Annual Oscillation, SAO) yang puncak energinya berada pada saat periode 6 bulanan.

7.      Kesimpulan

Pola curah hujan diwilayah sumatera di dominasi oleh pola curah hujan Monsunal dengan dengan osilasi dominan sekitar satu tahunan yang dikenal dengan istilah AO (Annual Oscillation), namun hasil analisa lebih lanjut menunjukkan bahwa dari 33 stasiun penakar curah hujan pada  interval waktu 7 tahun (Januari 1986-Desember 1992) menunjukkan dua puluh empat diantaranya menunjukkan osilasi satu tahunan (AO), namun juga terdapat dibeberapa wilayah tertentu yang mengalami osilasi setengah tahunan atau SAO (Semi Annual Oscilation).

Daftar Pustaka
Aldrian, E, and R.D., Susanto. 2003, Identification Of Three Dominant Rainfall Regions Within        Indonesia And Their Relationship To Sea Surface Temperature, Int. J. Climatol, Vol. 23, No.12, page : 1435-1452.

Bannu. 2003. Analisis Interaksi Monsun, Enso, Dan Dipole Mode Serta Kaitannya Dengan             Variabilitas Curah Hujan Dan Angin Permukaan Di Benua Maritim Indonesia. Tesis      Magister pada GM ITB Bandung.

Berliana, S., 1995. The Spectrum Analysis Of Meteorologi Elements In Indonesia. Master Thesis,Nagoya University, Japan.

Hermawan, E., 2003. The Characteristics Of Indian Ocean Dipole Premiliminary Study Of The Monsoon Variability In The Western Part Of Indonesia Region. Jurnal sains dirgantara, vol 1   No. 1 Desember 2003. Hal 65-75

Khrisnamurti, T.N. 1971. Tropical East-West Circulations During The Nortern Summer, J. Atmos.   Sci.

Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Pnerbit ITB. Bandung

Ramage., 1968. Role Of A Tropical ‘Maritime Continent’ In The Atmospheric Circulation, Monthly Weathera Review, 96, 365-369.

Tjasjono, B. 2004. Klimatologi Umum. Panerbit ITB Bandung.

Kamis, 08 November 2012

Proses Absorbsi, Distribusi, Dan Eksresi Zat Asing

1. Latar Belakang Kerja dan efek samping setiap obat bergantung pada konsentrasi obat tersebut dalam jaringan tubuh. Setiap obat memiliki sebuah kisaran terapeutik/kisaran yang dikehendaki untuk konsentrasi obat tersebut dalam plasma. (kisaran terapeutik = efek toksik, kisaran terapeutik = obat tidak menghasilkan efek yang dikehendaki). Konsentrasi setiap obat dalam plasma dan jaringan tubuh bergantung pada cara obat tersebut diperlakukan oleh tubuh. Tubuh menangani semua obat melalui tahapan-tahapan: -absorpsi -distribusi -biotransformasi/metabolisme - ekskresi
Gambar 1. Bagian Proses Farmakokinetika Proses Invasi, yaitu : Proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi). Proses Eliminasi, yaitu : proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (biotransformasi, ekskresi). 2. Aliran Toksikan ke dalam Tubuh Setelah mengalami perjalanan panjang dalam lingkungan maka toksikan akhirnya secara umum akan masuk ke dalam tubuh melalui jalur pencernaan (ingestion), pernapasan (inhalation) dan kontak dengan kulit (dermal). Namun secara khusus dengan rekayasa manusia sendiri, toksikan dapat pula masuk ke dalam tubuh dengan jalan intravenous, intraperitoneal, subtaneous, dan intramuscular. Secara garis besar perjalanan toksikan dapat diperiksa pada gambar di bawah ini:
Gambar 2. Rute pada proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi toksikan dalam tubuh 3. Absorpsi Absorpsi merupakan proses yang membuat obat tersedia di dalam cairan tubuh untuk didistribusikan. Absorpsi suatu obat adalah: Pengambilan obat dari permukaan tubuh/dari tempat-tempat tertentu dari organ dalam → ke aliran darah → terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan.
Gambar 3. Proses absorsi suatu obat didalam tubuh 3.1 MekanismeAbsorpsi Penghalang utama yang merintangi absorpsi dan distribusi obat meliputi: dinding usus, dinding pembuluh kapiler, membran sel dan sawar darah/otak, dan plasenta. Di tubuh manusia, obat harus menembus sawar (barrier) sel di berbagai jaringan. Umumnya, obat melintasi lapisan sel ini dengan menembusnya, bukan dengan melewati celah antar-sel. Peristiwa ini dlm proses farmakokinetik adalah transport lintas membran. 3.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Absorpsi Kecepatan absorpsi dan jumlah absorpsi bergantung kepada faktor-faktor: 1) sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat kelarutannya, 2) besar partikel dan permukaan jenis, 3) sediaan obat, 4) dosis, 5) rute pemberian dan tempat pemberian, 6) waktu kontak dengan permukaan absorpsi, 7) besarnya luas permukaan yang mengabsorpsi 8) nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi, dan 9) aliran darah organ yang mengabsorpsi. Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara difusi pasif. Umumnya absorpsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif. Mula-mula obat harus berada dalam larutan air pada permukaan membran sel, kemudian molekul obat akan melintasi membran dengan melarut dalam lemak membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain. Setelah taraf mantap (steady state) dicapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan sama. 4. Distribusi Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruh tubuh. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: 1) Pengikatan protein plasma; 2) Kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat tersebut larut dalam jaringan lemak); 3) Sifat-keterikatan obat; 4) Aliran darah ke dalam organ dan keadaan sirkulasi; 5) Kondisi penyakit 5. Biotransformasi Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar → lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Gambar 4. Biotransformasi obat dalam tubuh organisme 6. Metabolisme Obat Sebagian besar metabolisme obat berlangsung dalam hati. Proses metabolisme memungkinkan tubuh untuk menghadapi zat-zat asing dan melakukan detoksifikasi. Semua obat yang diberikan lewat mulut harus melintasi hati sebelum mencapai sirkulasi. Proses metabolisme obat sangat bergantung pada enzim-enzim hati. Metabolisme dalam hati berlangsung lewat 2 tahap : 1. Produk pencernaan ditransformasikan oleh metabolisme atau detoksifikasi; 2. Kemudian metabolitnya dibuat larut dalam air (oleh proses konjugasi [glosarium]) agar metabolit tersebut dapat diekskresikan lewat ginjal. Aktivitas enzim-enzim hati dipengaruhi oleh:  Susunan genetik/tendensi familial  Lingkungan hati, yaitu apa yang mencapai hati dari usus dan sirkulasi  Gangguan faal hati 6.1 Laju Metabolisme Laju metabolisme dipengaruhi oleh enzim-enzim hati. Bergantung pada apa yang dikonsumsi, kerja enzim-enzim hati dapat dipercepat (diinduksi) atau diperlambat (diinhibisi atau dihambat). Obat-obat seperti: rifampisin, barbiturat, fenitoin, karbamazepin, alkohol, kafein serta tembakau dan makanan tinggi protein → mempercepat kerja enzim-enzim hati. Artinya setiap obat yang dieliminasi oleh enzim ini akan dimetabolisme lebih cepat sehingga menjadi tidak begitu efektif lagi. 7. Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat/metabolit polar dieksresi lebih cepat daripada obat larut lemak. Ekskresi kebanyakan obat bergantung pada ginjal, sebagian obat lain diekskresikan lewat empedu, contoh: kortikosteroid dan estrogen. Ekskresi di ginjal merupakan hasil dari 3 proses: 1. Laju filtrasi di glomerulus/glomerular filtration rate (GFR), 2. Sekresi aktif di tubuli proksimal, dan 3. Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal   Daftar Pustaka Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia, 1995, Farmakologi dan Terapi Edisi4 ,Gaya Baru , Jakarta. H.J. Mukono. 2005. Toksikologi Lingkungan. Surabaya : Airlangga Univarsity Press Katzung, Bertram G., 2004, Farmakologi: Dasar dan Klinik, Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit EGC. Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Penerjemah: Dr. Mathilda B. Widianto, Dr. Anna Setiadi Ranti. Penyunting: Dr. Kosasih Padmawinata. Edisi ke-5. Penerbit ITB, Bandung. www.google.co.id – Dr.Mansyur,DAKK. 2002. Toxicology dan Ekskresi Agent- Agent Toksis. Universitas Sumatra Utara

Selasa, 06 November 2012

born to learning

well,
tak semua yang tergambar adalah fakta, 
tak semua yang terdengar adalah realita,
hidup berlanjut dari impian, toleransi, dan keinganan

mencintai indah, dicintai sembari mencintai luar biasa, 
tapi luar biasa saat mulai mencintai tanpa berharap dicintai....

berdongeng lewat cerita

#sapiembek